Di balik perbukitan hijau dan udara sejuk Kampung Sunda Wiwitan, RW 04 Desa Cintakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, hidup sebuah warisan budaya yang tak ternilai—seni musik tradisional Sunda. Sejak abad ke-17, masyarakat di kampung ini tidak hanya menjaga adat dan nilai-nilai spiritual, tetapi juga merawat harmoni melalui nada dan irama yang diturunkan lintas generasi.

Berkarya Lewat Alat Musik Tradisional

Di bawah kepemimpinan Bapak Ending, warga Kampung Sunda Wiwitan menciptakan berbagai alat musik tradisional Sunda. Mereka memproduksi sendiri alat-alat seperti angklung buncis, kecapi, suling bambu, kendang Sunda, dan ukiran musik khas yang bernilai estetika tinggi.

Tak hanya digunakan untuk pementasan lokal, alat-alat musik ini telah menembus pasar hingga ke kota besar seperti Bandung. Beberapa karya mereka bahkan menjadi koleksi bagi pecinta seni tradisional di luar daerah.

Harga dan Keunikan Produk

Produk-produk unggulan mereka antara lain:

• Kecapi Suling (1 set): ± Rp4.000.000

• Kecapi Kawih dengan ukiran khas: ± Rp2.000.000

• Angklung Set: ± Rp4.000.000

• Suling Satuan: Rp20.000 – Rp25.000

• Kendang Sunda: harga bervariasi tergantung bahan

• Ukiran Musik: tergantung tingkat kesulitan dan detail motif

Harga yang ditawarkan sebanding dengan kualitas dan nilai seni yang terkandung. Proses pembuatan dilakukan secara manual, menggunakan teknik tradisional, dengan sentuhan modern dalam finishing agar tetap relevan dengan pasar masa kini.

Seni Musik sebagai Penjaga Identitas

Alasan utama warga tetap memproduksi alat musik ini adalah untuk memperkuat nilai seni dan budaya leluhur yang kini mulai tergerus zaman. Dalam setiap alat musik yang mereka hasilkan, tersimpan filosofi dan rasa yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi.

Kampung Sunda Wiwitan tak hanya menjaga tradisi, tapi juga membuktikan bahwa kearifan lokal bisa tetap hidup di tengah modernisasi, asalkan dirawat dengan cinta dan semangat berkarya.